LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID PADA ANAK
A.
KONSEP TEORI PENYAKIT
1.
DEFINISI
Demam Thypoid
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak biasanya lebih ringan
dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ).
Tifoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi
(Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media
Aesculapius.).Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus
halus. Nama lain dari demam tifoid dan paratifoid
adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever,
tifus, dan paratifus abdominalis.
2.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Usus
Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus
meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler),
lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus
terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan
makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus
penyerapan (ileum).
a. Usus
dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang
tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas
jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus
Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
c. Usus
Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
B. Usus
Besar (Kolon)
Usus besar
atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam
usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri
didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air,
dan terjadilah diare.
C. Usus
Buntu (sekum)
Usus buntu
atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis
reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh
umbai cacing.
D. Umbai
Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah
organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau
radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.
Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.
Banyak orang
percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
E. Rektum dan
Anus
Rektum adalah
sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar,
dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa
dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
3.
ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid
adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella parathypi (S. Parathypi
Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela,
dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin
O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin
H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin
Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru
W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta:
interna publishing)
4.
PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi,
salmonella paratyphy yang menjadi penyebab demam thypoid masuk ke saluran
cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian diantaranya dimusnahkan dalam
asam lambung, namun sebagian lagi masuk kedala usus halus, dan membentuk
limfoid plaque peyeri. Ada yang hidup dan bertahan ada juga yang menembus
lamina propia dan masuk ke aliran limfe serta masuk ke kelenjar limfe dan
menembus aliran darah sehingga bersarang dihati dan limfa. Dan terjadi
hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan infeksi yang menyebabkan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang menyebabkan demam
tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat
ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan),
Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
5.
KOMPLIKASI
A. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
B. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler :
kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia
hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia,
empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan
kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus
nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang :
osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik :
delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer.
Perforasi usus terjadi pada
0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan
komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh
penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia
sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat
superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis,
endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi
pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi
pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
6.
MANIFESTASI KLINIS
a. Prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan
b. Lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat
c. Nafsu makan berkurang
d. Bibir kering dan pecah-pecah
e. Perut Kembung
f. Sulit BAB
g. Gangguan kesadaran ( apatis
dan somnolen)
Masa tunas
typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur
naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri
otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah
jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya
hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni,
dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam beberapa literatur
dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif
tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering
meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT
ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal
itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup
kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu
laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap
salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam
typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini
dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan
darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi
aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen
O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen
H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk
dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama
perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1
minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu :
ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat
menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan
antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau
kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan
antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau
tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O
dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi
kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan
klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil
uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan
dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena
penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa
spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies
yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen :
konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan
untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi
suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari
strain lain.
8.
PENATALAKSAAN MEDIS
a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan
pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum
makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari
makanan pedas
b. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan
sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien
diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene
perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
c. Diet dan Terapi Penunjang
1. Mempertahankan asupan kalori
dan cairan yang adekuat.
2. Memberikan diet bebas yang
rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus ( kembung perut), dan diet
bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi
penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat
proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat
muntah dan diare.
3. Primperan (metoclopramide)
diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap
sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami
mual lagi.
d. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang
sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan
4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2
tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis
berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga.
dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali
sehari, selama 3-5 hari
6. Kombinasi obat antibiotik.
Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis
atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S,
2001)
7. Vit B komplek dan Vit C sangat
diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam
kestabilan pembuluh kafiler.
B.
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata Klien dan penanggung
jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di
rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri dan pusing
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala
terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat badan berkurang, klien
mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan diare,
klien mengeluh nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit
lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang
menderita penyakit yang sama (penularan).
c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
1. Tingkat kesadaran :
composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma
2. Keadaan umum : sakit ringan,
sedang, berat
3. Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah : 95
mmHg
Nadi
: 60-120 x/menit
Suhu
: 34,7-37,3 0C
Pernapasan
: 15-26 x/menit
Pengkajian sistem tubuh
a. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut
pasien
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga,
mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.
c. Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi
: kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi
: suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
2) Jantung
Inspeksi
: amati iktus cordis
Palpalsi
: raba letak iktus cordis
Perkusi
: batas-batas jantung
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi
: suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi
bising usus
e. Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat
bantu.
4. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
a. Riwayat prenatal : ibu
terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak naik, pemantauan
kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak dipantau secara
berkala dapat mengganggu tumbang anak
b. Riwayat kelahiran : cara
melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus lamadan anak yang lahir dengan
bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang anak
c. Pertumbuhan fisik : BB
(1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala (49-50cm), LILA, lingkar
dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,
d. Pemeriksaan fisik : bentuk
tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada lengan atas, pantat dan
paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan tipis pada kulit
dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak akarnya
dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan lainnya.
e. Perkembangan : melakukan
aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan anak berlari dengan seimbang,
menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang bola
dengan seimbang, egosentris dan menggunakan kata ” Saya”, menggambar lingkaran,
mengerti dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan,
menyusun jembatan dengan kotak –kotak.
f. Riwayat imunisasi
5. Riwayat sosial:
bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses
bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan
dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2
– 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex
sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan
fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan
secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model
dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam
pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian
kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan
datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat,
kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
6. Pengkajian Pola
Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera
yang dirasakan, pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat,
pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media
dan keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan,
sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
b. Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan
cairan klien, tipe makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan,
nafsu makan, pilihan makan.
c. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih,
penggunaan alat bantu, penggunaan obat-obatan.
d. Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan
rekreasi, kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri,
bekerja), dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
e. Pola istirahat tidur
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama
24 jam, bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur
dan penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
f. Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan
persepsi klien.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai
dirinya, persepsi klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri,
identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan
mengalami gangguan emosional seperti takut, cemas karena dirawat di RS.
h. Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
Bagaimana kemampuan dalam menjalankan perannya.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.
j. Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam
manghadapai stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk
mengatasi stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang
tua untuk selalu mendukung anak.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum
terlalu mengerti tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti
dari orang tua.
2.
Analisa Data
Data objektif/subjektif
|
Etiologi
|
Masalah keperawatan
|
Data objektif:
·
Suhu tubuh klien meningkat
·
Lidah terlihat kotor/berselaput didaerah tengah fdan tepi serta
tremor pada ujungnya
·
Data subjektif:
·
Klien mengeluh kepala terasa sakit, demam
·
Klien mengeluh kepala terasa nyeri dan pusing
|
Kuman salmonella thypi
saluran cerna
bersarang dihati dan limfa
hepatomegali
zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan meradang
demam
suhu meningkat
|
Hipertermi b.d proses
infeksi salmonella thypi
|
Data objektif:
§
Suhu klien meningkat
§
Klien diare
§
Mukosa bibir pucat, bibir kering dan pecah-pecah
Data subjektif:
§ klien mengeluh mual dan
muntah
§ Klien mengeluh haus
§ Klien mengeluh lemas
|
Peningkatan suhu tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Volume plasma berkurang
Penurunan volume cairan
tubuh
|
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah
|
Data objektif:
·
BB klien menurun
·
Klien mual
·
Klien anoreksia
·
Mukosa bibir pucat, bibir kering dan pecah-pecah
·
Turgor kulit jelek, kulit kering
Data subjektif:
§
Klien mengatakan tidak nafsu makan
·
Klien mengatakan tidak tertarik dengan makanan
|
Nafsu makan menurun
Intake nutrisi tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
|
3.
Diagnose Keperawatan
a. Hipertermi b.d proses infeksi
salmonella thypi
b. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
4.
Intervensi keperawatan
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
Hipertermi b.d proses infeksi
salmonella thypi
|
Indikator:
§
Suhu 36,5 – 37,5oC
§
Bibir lembab
§
Kulit tidak teraba panas
·
· Aktifitas
sesuai kemampuan
|
1. Identifikasi
penyebab / factor yang dapat menyebabkan hipertermi
2. Observasi
cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan
3. Beri
cairan sesuai kebutuhan bila tidak bila kontraindikasi
4. Berikan
kompres air hangat.
5. Anjurkan
pasien untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan saat suhu naik / bedrest
total
6. Anjurkan
pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat
7. Ciptakan
lingkungan yang nyaman
8. Kolaborasi
:
· Pemberian
antipiretik
· Pemberian
antibiotic
|
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah
Defenisi : penurunan cairan
intravaskuler intestinal dan atau intraseluler, contohnya dehidrasi,
kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.
Batasan karakteristik :
Kelelahan, kehilangan berat badan.
|
Keseimbangan cairan
Indikator:
1. Keseimbangan
intake dan output 24 jam
2. Berat
badan stabil
3. Tidak
ada rasa haus yang berlebihan
4. Elektrolit
serum dalam batas normal
5. Hidrasi
kulit tidak ada
|
Pengelolaan cairan
Aktifitas:
1. Pantau
berat badan biasanya dan kecendrungannya
2. Mempertahankan
intake dan output pasien
3. Pantau
ststus hidrasi
4. Memonitor
status hemodynamic termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
5. Pantau
tanda-tanda vital pasien
6. Pantau
status nutrisi pasien
|
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Defenisi: ketidak cukupan intake
nutrisi untuk kebutuhan metabolik.
Batasan karakteristik
· Berat
badan 20% berkurang dari ideal
· Lemahnya
kesehatan otot
· Tidak
nafsu makan
|
Status nutrisi
Indikator:
· Intake
nutrisi
· Intake
makanan dan cairan
· Energi
· Berat
tubuh
|
Mengontrol Nutrisi
Aktivitas:
1. Menimbang
berat badan pasien pada jarak yang ditentukan
2. Memantau
gejala kekurangan dan penambahan berat badan
3. Memantau
respon emosional pasien ketika ditempatkan pada situasi yang melibatkan
makanan dan makan
4. Memantau
interaksi orang tua/anak selama makan, jika diperlukan
5. Mengontrol
keadaan lingkungan ketika makan
6. Mengontrol
turgor kulit, jika diperlukan
7. Memantau
kekeringan, tipisnya rambut sehingga mudah rontok
8. Memantau
gusi saat menelan, karang gigi, dan penambahan luka
9. Mengontrol
mual dan muntah
10. Memantau
tingkat energy, rasa tidak nyaman, kelelahan, dan kelemahan
11. Memantau
jaringan yang pucat, memerah, dan kering
12. Memantau
kemerahan, bengkak, dan retak pada mulut/bibir
|
C.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk.
2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit
Media Aesculapius. Jakarta : FKUI
Donna L.Wong, dkk.
2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather.
2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan
Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv Sagung Seto
Soegeng Soegijanto.
2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta
: Salemba Medika
Wilkinson M.
Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.Jakarta : EGC
Wong, Dona L.
2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
0 Comments
Silahkan bagi yang mau memberi kritik dan saran, namun gunakan bahasa dan tulisan yang sopan.. terima kasih