LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
A.
KONSEP TEORI PENYAKIT
1.
DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
berpotensial mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
& Suprohaita; 2000; 419)
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk
aides aegypti dan aides albopictus (Soegijanto, 2006: 61).
Klasifikasi DHF berdasarkan kriteria menurut WHO yaitu :
a. Derajat I ( ringan )
Demam mendadak dan sampai 7 hari di sertai
dengan adanya gejala yang tidak khas dan uji turniquet (+).
b. Derajat II ( sedang )
Lebih berat dari derajat I oleh karena di
temukan pendarahan spontan pada kulit misal di temukan adanya petekie,
ekimosis, pendarahan
c. Derajat III ( berat )
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan
laju cepat lembut kulit dngin gelisah tensi menurun manifestasi pendarahan
lebih berat( epistaksis, melena)
d. Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien
mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
2.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Darah adalah medium transport tubuh. Darah
terdiri dari komponen cair dan komponen padat. Komponen cair darah disebut
plasma, berwarna kekuning-kuningan yang terdiri dari:
a.
Air :
terdiri dari 91 – 92 %
b.
Zat
padat yang terdiri dari 7 – 9 %. Terdiri dari :
·
Protein
( albumin, globulin, fibrinogen )
·
Bahan
anorganik ( natrium, kalsium, kalium, fosfor, besi dan iodium )
·
Bahan
organic ( zat-zat nitrogen non protein, urea, asam urat, kreatinin, xantin,
asam amino, fosfolipid, kolesterol, gluksa dll )
c.
Komponen
padat darah terdiri dari :
1) Sel darah merah
Eritrosit adalah cakram bikonkaf dengan
diameter sekitar 8,6 µm. eritrosit tidak memiliki nucleus. Eritrosit terdiri
dari membrane luar, hemoglobin (ptotein yang mengandung besi) dan karbon
anhidrase (enzim yang terlibat dalam transport karbondioksida).
Pembentukan eritrosit dirangsang oleh
glikoprotein dan eritropoetin dari ginjal. Jumlah eritrosit nrmal yaitu :
laki-laki : 4,5 – 5,5 106/ mm3 dan perempuan : 4,1 – 5,1 106/ mm3. funsi
eritrosit adalah mengangkut dan melakukan pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Pada orang dewasa umur eritrosit adalah 120 hari.
2) Sel darah putih
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah
peranan utama sel darah putih. Jumlah normalnya adalah 4.000 – 11.000 / mm3. 5
jenis sel darah putih yaitu :
a. Neutrofil 55 %
b. Eosinofil 2 %
c. Basofil 0,5 – 1 %
d. Monosit 6 %
e. Limfosit 36 %
3) Trombosit
Trombosit bukan merupakan sel melainkan
pecahan granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti, berdiameter 1 – 4
mm dan berumur kira-kira 10 hari. Sekitar 30 – 40 % berada dalam limpa sebagai
cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi. Trombosit sangat penting
peranannya dalam hemostasis dan pembekuan. Trombositopenia didefinisikan
sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/ mm3.
d.
Fungsi
darah secara umum yaitu :
Respirasi yaitu transport oksigen dari
paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru
1) Gizi, transport makanan yang diabsorpsi
2) Ekskresi, transport sisa metablisme ke
ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuang
3) Mempertahankan keseimbangan asam basa
4) Mengatur keseimbangan air
5) Mengatur suhu tubuh
6) Transport hormon
3.
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue
disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga
flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan
flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille
virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat
bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan
primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap
virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia
) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )
4.
PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh
penderita akan menimbulkan virtemia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu
dihipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.
Selain itu virtemia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus.
Pada Pasien dengan trombositopenia
terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di
mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan
dan jka tidak tertangani maka akan menimbulkan syok . Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. ( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G
Bare. 2002 ).
5.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah
diantaranya :
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran
e. Anoksia
jaringan
f. Asidosis
metabolic
6.
MANIFESTASI KLINIS
a. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan
memasukkan virus dengue ke dalam kulit, terdapat masa laten yang berlangsung
4-5 hari diikuti oleh demam, sakit kepala dan malaise.
b. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung
selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya
c. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2
dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniquet yang
positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut
yang hebat.
d. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati
sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita
e. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari
ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi
yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
f. Gejala klinik lain
Nyeri
epigastrum, muntah-muntah, diare maupun obstipasi dan kejang-kejang. Keluhan
nyeri perut yang hebat seringkali menunjukkan akan terjadinya perdarahan
gastrointestinal dan syok.
( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002 ).
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan
untuk menapis pasien tersangka DBD adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan apusan darah tepi. Parameter Laboratoris yang
dapat diperiksa antara lain:
1)
Leukosit:
dapat normal atau turun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15% dari
jumlah total leukosit yang ada pada fase syok akan meningkat.
2)
Trombosit:
umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
3)
Hematokrit:
kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit >20%
dari hematokrit awal, umumnya di temukan pada hari ke-3 demam
4)
Hemostasis:
dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5)
Protein/
albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
6)
SGOT/SGPT:
dapat meningkat.
7)
Ureum
kreatinin: bila didapatkan gangguan ginjal
8)
Elektrolit:
sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9)
Golongan
darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah
10) Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM
dan IgG terhadap dengue.
b. Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura,
terutama pada hemitoraks kanan tetapi bila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi pleura ditemui di kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral.
8.
PENATALAKSAAN MEDIS
a. Tirah
baring atau istirahat baring.
b. Diet
makan lunak.
c. Minum
banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting
bagi penderita DHF.
d. Pemberian
cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
e. Monitor
tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa
Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian
obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Pemberian
antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
i. Monitor
tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
1) Pengawasan
tanda-tanda Vital secara kontinue tiap jam
a) Pemeriksaan
Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
b) Observasi
intake-output
c) Pada
pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam,
periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter-2 liter per hari,
beri kompres
d) Pada
pasien DHF derajat II : Pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt,
perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
anuria dan sakit perut, beri infus.
e) Pada
pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2 pengawasan
tanda-tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, observasi produksi urine tiap
jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
2) Resiko Perdarahan
a) Obsevasi
perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
b) Catat
banyak, warna dari perdarahan
c) Pasang
NGT pada pasien dengan perdarahan Tractus Gastro Intestinal
3) Peningkatan
suhu tubuh
a) Observasi/Ukur
suhu tubuh secara periodik
b) Beri
minum banyak
c) Berikan
kompres
d) Bila
timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada
kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan
diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20-30 ml/kg BB.
Pemberian
cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12-48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,
amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya
dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang
jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang
mencolok.
B.
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.
rekam medis, diagnosa medis.
b.
Riwayat
Keperawatan
1) Keluhan Utama
Demam tinggi dan mendadak, perdarahan (petekie, ekimosis, purpura pada
ekstremitas atas, dada, epistaksis, perdarahan gusi), kadang-kadang disertai
kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat Penyakit
Sekarang
Badan panas, suhu tubuh tinggi secara mendadak dalam waktu 2-7
hari,terdapat bintik merah pada ektremitas dan dada, selaput mukosa mulut
kering, epistaksis, gusi berdarah, pembesaran hepar, kadang disertai kejang dan
penurunan kesadaran.
3) Riwayat Penyakit
Dahulu
Apakah pernah menderita DHF, malnutrisi.
4) Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang terserang DHF.
5) Riwayat
Kesehatan Lingkungan
Apakah lingkungan tempat tinggal sedang terserang wabah DHF.
c. Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi;
nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba; sesak nafas; tekanan darah
menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).
2)
Sistem Tubuh
a)
Pernapasan
Anamnesa: Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada
sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan
sesak napas sehingga memerlukan pemasangan oksigen.
Pemeriksaan fisik: Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
pharingitis karena demam yang tinggi, terdapat suara napas tambahan (ronchi;
wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan
kesadaran.
b)
Kardiovaskuler
Anamnesa: Pada derajat 1dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2-7 hari,
mengeluh badan terasa lemah, pusing, mual, muntah; derajat 3 dan 4 orang
tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran, gelisah dan
kejang.
Pemeriksaan fisik: Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan
satusatunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 terdapat petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral,
nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya volume plasma, meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, trombositopenia dan diatesis hemorhagic.
Derajat 4 shock, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
c) Persarafan
Anamnesa: Pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel
karena demam tinggi dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat
kesadaran.
Pemeriksaan fisik: Pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami
perdarahan, dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesadaran, gelisah,
GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis
sering terjadi.
d) Perkemihan-Eliminasi
Urinaria
Anamnesa: Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik: Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria),
warna berubah pekat dan berwarna coklat tua pada derajat 3 dan 4.
e) Pencernaan-Eliminasi
Fekal
Anamnesa: Pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan,
haus, sakit menelan, derajat 3 nyeri tekan ulu hati, konstipasi.
Pemeriksaan fisik: Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hyperemia
tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit
menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrium, hematemisis dan melena.
f) Muskuloskeletal
Anamnesa: pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot, persendian
dan punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah memerah, pada derajat 3 dan 4
terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah
baring lama.
Pemeriksaan fisik: Pada derajat 1 dan 2 Nyeri pada sendi, otot,
punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai
tanda kesakitan, sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau
kekakuan bahkan kelumpuhan.
d.
Data
Penunjang
1) Hematokrit normal: PCV/ Hm= 3 X Hb sampai
meningkat >20 %.
2) Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3.
3) Masa perdarahan dan protombin memanjang.
4) IgG dengue dan IgM positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
6) Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi
leukopenia, neutropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofil.
7) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
8) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
9) Pada pemeriksaan urine dijumpai
albuminuria ringan.
2.
Analisa Data / Pathways DHF
3.
Diagnose Keperawatan
a.
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b.
Resiko
defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke
ekstravaskuler
c.
Resiko
syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
d.
Resiko
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
e.
Resiko
terjadi perdarahn berhubungan dengan penurunan factor-fakto pembekuan darah (
trombositopeni )
4.
Intervensi keperawatan
DP 1 : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu
tubuh normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh antara 360 – 370 C
Nyeri otot hilang
Intervensi :
a. Beri komres air kran
Rasional :
Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak
minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional :
Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (
suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional :
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena
dan pemberian obat sesuai program.
Rasional :
Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.
DP 2. Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria :
-
Input
dan output seimbang
-
Vital
sign dalam batas normal
Td
: 110/60 mmHg, Nadi : 90-100 x/menit
Pernapasan
: 20-50 x/menit, Suhu : 360-370 C
-
Tidak
ada tanda presyok : kondisi penurunan dan kelemahan tanda vital, tekanan darah,
nadi serta penurunan kesadaran yang sering berujung pada kematian.
-
Akral
hangat
-
Capilarry
refill < 3 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/ lebih sering
Rasional :
Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional :
Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna
urine / konsentrasi, BJ
Rasional :
Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (
sesuai toleransi )
Rasional :
Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional :
Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic
syok.
DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan
dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan
: Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria
:
Tanda
Vital dalam batas normal
Td
: 110/60 mmHg
Nadi
: 90-100 x/menit
Pernapasan
: 20-50 x/menit
Suhu
: 360-370 C
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Raional ;
Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok/ syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau
lebih
Rasional :
Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok/ syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda
perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional :
Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional :
Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan
nutrisi
Kriteria :
-
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (BB
menurun, anak tampak kurus, mata terlihat anemis, rambut mudah rontok, rambut
terlihat kekuningan)
-
Menunjukkan berat badan yang seimbagi badan
yang (memiliki berat badan yang seimbang dengan tinggi badan, yang dapat
dinilai dengan hasil perhitungan IMT)
Intervensi :
a. Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi
dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/
kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang
BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB /
mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan
makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan
dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan
masukan peroral
f. Hindari
makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi
gaster.
DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan
dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit
reguler, pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut,
trombosit meningkat
Intervensi :
a. Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan
tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Monitor
trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau
setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami
pasien.
c. Anjurkan
pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan
spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga
dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
e. Antisipasi
adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan
lebih lanjut.
C. DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk, 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam. Jilid 1. Jakarta : FKUIM
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Soegijarto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. edisi 2.
Surabaya : Aerlangga
Widyastuti, Palupi. 2004. Pencegahan, Pengendalian Dengue Dan Demam
Berdarah. Jakarta : EGC
0 Comments
Silahkan bagi yang mau memberi kritik dan saran, namun gunakan bahasa dan tulisan yang sopan.. terima kasih