ASKEP APENDISITIS
A.
Definisi
Apendeks adalah ujung seperti jari-jari
kecil panjangnya ± 10 cm(4 Inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal.(Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur
kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(apendisitis) (Brunner and Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, 2002
: 1096).
Appendeksitis adalah peradangan dari
appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering.Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, 2000:307).
Apendektomi adalah pembedahan untuk
mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi (Smeltzer Suzanne, C., 2001).
B.
Anatomi dan Fisiologi
Sistem Pencernaan
Appendeks vermiformis
(umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring
pertumbuhan dan distensi caecum.
Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di daerah
inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan
ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7
cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Apendeksitis menghasilkan lender 1-2 ml per hari.
Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
1. USUS HALUS (USUS KECIL)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari
saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ;
lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler), lapisan
otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian
dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang
tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari.
Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama
dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Usus dua belas jari (duodenum)
2.. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau
jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus,
di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari,
yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan
dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti
aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Diagram usus halus
(terlabel small intestine)
.3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah
bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Diagram ileum dan organ-organ yang
berhubungan.
2. USUS BESAR (KOLON)
Usus besar atau kolon dalam
anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
· Kolon asendens (kanan)
· Kolon transversum
· Kolon desendens (kiri)
· Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
3. USUS BUNTU (SEKUM)
Usus buntu atau sekum
(Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang
terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
4. UMBAI CACING (APPENDIX)
Umbai cacing
atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang
umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah
hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing
terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa
bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna
dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal
sebagai appendektomi.
5. REKTUM DAN ANUS
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”)
adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.
Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
C.
Etiologi
1. Fekolit yang terperangkap
dalam lumen
Adanya fekolit menyebabkan terjadinya
obstruksi sekret appendiks yang disertai pelebaran alat tubuh.Pelebaran ini
mengakibatkan terjadinya tekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang menyebabkan
edema dinding apendiks, karena edema maka resistensi selaput berkurang dan
mudah diserang kuman.
2. Kekakuan appendiks
Sama halnya dengan peyumbatan oleh
fekolit, dimana appendiks yang kaku dapat meyebabkan terjadinya obstruksi pada
lumen.
3. Bengkak pada dinding usus
/ tumor appendiks.
Jenis tumor yang paling sering pada
appendiks adalah tumor carcinoid. Carcinoid pada appendiks tumbuh
mengelilingi rongga, tidak mempunyai
batas yang jelas dan dapat tumbuh infiltrat kedalam lapisan otot sehingga
menimbulkan obstruksi pada lumen.
4. Fibrosis yang luas
disekeliling appendiks.
Benang fibrin juga akan dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi pada lumen.
5. Tersumbatnya usus oleh
adhesi
Iritasi atau adhesi pada usus
menyebabkan obstruksi pada appendiks.
6. Hiperplasia jaringan
limfe
Pembesaran jaringan limfe dapat
menyebabkan penyumbatan yang berakibat radang pada appendiks.
7. Cacing Ascaris
Cacing ascaris lumbricoides jika masuk
appendiks dapat menyebabkan penyumbatan radang sekunder.
8. Erosi mukosa appendiks
karena parasit seperti Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan terjadi infeksi.
Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menyebabkan meningkatnya tekanan intra sekal yang mengakibatkan timbulnya
sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora normal
kolon, semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
D. pathway apendisitis
D.ManifestasiKlinik
2.
Demam ringan di awal penyakit.
3.
Mual-muntah
4.
Anoreksia
5.
Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney
6.
Nyeri tekan lepas (hasil atau intesifikasi dari nyeri bila tekanan
dilepaskan)
7.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah
8.
Konstipasi
9.
Diare
10.
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
E.PemeriksaanPenunjang
1.
Laboratorium.
Pemeriksaan darah:
leukositosis meningkat, Hb tampak normal, LED meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Pemeriksaan urin, sediment dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika.
2.
Pemeriksaan radiologis
Tidak dapat menolong
untuk menegakkan diagnose apendisitis akut kecuali bila terjadi peritonitis.
F.Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan medis.
Pembedahan diindikasikan
bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.Antibiotik dan cairan IV diberikan
setelah diagnosa ditegakkan.Apendektomi dapat dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi.Apendektomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif.
2.
Penatalaksanaan keperawatan
Berdasarkan pengamatan
dan pengalaman yang pernah dialami dalam hal appendektomi tidak ada tata
laksana keperawatan khusus yang diberikan pada pasien apendisitis.adapun
tindakan non medis yang diberikan adalah persiapan pasien untuk apendektomi
diantaranya perawat memastikan kepada
dokter bahwa tes darah,cek urin, rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan.
Kemudian tindakan
keperawatan yang dapat diberikan post-op adalah perawatan luka jahitan dan
mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah dekubitus.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASCA
BEDAH APENDISITIS PERFORASI
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi
bedah.
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan
abses.
3.
Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan
muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi.
4.
Kecemasan sehubungan dengan kurangnya
informasi dari Antibiotik menghambat proses infeksi dalam tubuh.
5.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake menurun.
6.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan yang dirasakan.
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
perjalanan penyakit.
H. Fokus Intervensi
1.
Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
apendektomi.
Intervensi :
a.
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
R: berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
Perubahan pada karakterisitk nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi
b.
Dorong ambulasi dini
R : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik
dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
c.
Berikan aktivitas hibuaran
R: fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
d.
Pertahankan puasa
R: menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi
gaster/muntah
e.
Berikan analgesik sesuai indikasi
R: menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi
lain, contoh ambulasi dan batuk.
f.
Berikan kantong es pada abdomen
R: menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung
saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti
jaringan
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
Intervensi:
a.
Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatkan nyeri abdomen.
R: Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.
R: Menurunkan resiko penyebaran
penyakit atau bakteri.
c.
Lihat insisi dan balutan.
R: Memberikan deteksi dini terjadi nya proses infeksi dan
pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
3.
Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi,
pembatasan pasca operasi.
Intervensi:
a.
Awasi tekanan darah dan nadi
R: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler
b.
Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
R: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c.
Awasi masukan dan haluaran; catat warna urin atau konsentrasi, berat
jenis.
R: Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis di duga
dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan.
d.
Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari antibiotik menghambat
proses infeksi dalam tubuh.
Intervensi:
a.
Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya.
R: Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien
menerima dan beradaptasi dengan baik.
b.
Jelaskan pengaruh psikologis
terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).
R: Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara
konstruktif.
c.
Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.
R: Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri
klien.
e.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
menurun.
Intervensi:
a.
Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien.
R: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
b.
Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan
sampai minimal.
R: Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah
membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
c.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
R: Mengawasi keefektifan secara diet.
d.
Anjurkan kebersihan oral sebelum makan.
R: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
f.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
Intervensi:
a.
Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta
cuci rambut dan potong kuku klien.
R: Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan
kesehatan.
b.
Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
R: Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.
c.
Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
R: Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
d.
Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
R: Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
e.
Bimbing keluarga klien memandikan / menyeka pasien
R: Agar keterampilan dapat diterapkan
g.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perjalanan penyakit.
Intervensi:
a.
Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi
R: Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan rutinitas biasa
tanpa menimbulkan masalah.
b.
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
R: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat.
c.
Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feses ringan bila perlu dan
hindari enema.
R: Membantu kembali ke fungsi usus semula
Daftar Pustaka
1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
2. Price, SA, Wilson,LM. (1994).
Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
4. Swearingen.
(1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC
0 Comments
Silahkan bagi yang mau memberi kritik dan saran, namun gunakan bahasa dan tulisan yang sopan.. terima kasih